Kualitas kepemimpinan Kyai Shodri terbentuk dari pengalaman, wawasan, dan semangat yang tak pernah padam. Beliau memiliki pengetahuan agama yang mendalam, terbukti dari dedikasinya dalam menuntut ilmu agama, mengaji kepada para ulama dan habaib terkemuka, serta mendalami khazanah kitab-kitab klasik. Pengalaman memimpin berbagai organisasi keagamaan seperti FUHAB dan MUI Kota Jakarta Timur menunjukkan kemampuan beliau dalam memimpin, berkolaborasi, dan memahami dinamika organisasi keagamaan.
Komitmen beliau terhadap pendidikan terlihat dari pengabdiannya dalam dunia pendidikan dengan mendirikan dan memimpin Yayasan Pendidikan Al Wathoniyah 9 yang menaungi berbagai lembaga pendidikan. Ini menunjukkan komitmen beliau dalam mencerdaskan bangsa dan membangun generasi penerus yang berakhlak mulia. Dedikasi beliau terhadap pengembangan Islam terlihat dari pendirian Masjid Jami Shodri Asshiddiq dan Pesantren Tahfiz Al Quran Asshodriyah 9, menunjukkan kepeduliannya terhadap pengembangan Islam dan keinginan untuk menebarkan nilai-nilai agama kepada masyarakat.
Kedekatan KH. Ahmad Shodri dengan beberapa ulama dan habaib terkemuka menjadi bukti nyata dari kepribadian beliau yang santun dan mendalam. Beliau memiliki kedekatan khusus dengan Muallim Syafi'i Hadzami, beliau sering berdiskusi kepada Muallim dan berbagi cerita tidak hanya tentang ilmu, tetapi juga hal-hal lain yang tidak pernah Muallim ceritakan kepada murid-murid lainnya. Salah satu pengalaman menarik adalah ketika Kyai Shodri bertanya kepada Muallim tentang alasan Muallim mencium tangan Habib Husin bin Ali Al Attas yang masih muda, Muallim menjawab, "Menghormati ayahnya, Habib Ali Al Attas." Kedekatan beliau dengan Habib Ali Bin Abdurrahman Assegaf juga sangat erat, sampai Habib Ali menyampaikan, "Tidak semua kyai dapet keberkahan, Kyai Shodri banyak mendapat keberkahan." Kedekatan beliau dengan Habib Husin bin Ali Al Attas juga terlihat dari kepercayaan Habib Husin kepada Kyai Shodri untuk mengatur acara Haul Orang Tua Habib Husin, yaitu Habib Ali Al Attas, selama kurang lebih 10 tahun.
Meskipun usia telah memasuki 72 tahun, semangat KH. Ahmad Shodri untuk terus mengaji dan mendalami khazanah kitab-kitab klasik tak pernah redup. Selama masa hidup Habib Ali Bin Abdurrahman Assegaf, Kyai Shodri mengaji kitab Tarbiyyatul Aulad setiap senin malam di minggu pertama tiap bulannya. Beliau masih aktif menyelenggarakan pengajian di Masjid Jami Shodri Asshiddiq setiap Selasa ba’da shubuh, dengan kajian kitab karya Ulama Jakarta, Mishbah al Zhalam, yang ditulis oleh KH. Muhajirin Amsar Ad Daari, Ulama Ahli Hadits dari Betawi. Selain itu, Kyai Shodri juga menyelenggarakan pengajian rutin untuk para guru dan karyawan setiap Kamis malam Jum’at, pengajian malam Kamis untuk kaum ibu, serta Sabtu malam minggu ba’da Maghrib yang diperuntukan untuk kaum bapak dan warga sekitar yayasan.
Setelah tamat dari sekolah rakyat pada tahun 1966, Kyai Shodri melanjutkan pendidikannya di Al Wathoniyah Pusat hingga tingkat Aliyah. Kemudian, beliau meneruskan pendidikannya ke Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta. Setelah itu, beliau melanjutkan kuliah di IKIP Jakarta (sekarang Universitas Negeri Jakarta atau UNJ) jurusan Bahasa Arab dan mendapat gelar doctorandus pada tahun 1981.
Berbekal pendidikan yang diperoleh, Kyai Shodri mengabdikan diri sebagai guru pendidikan agama Islam di beberapa sekolah negeri di Jakarta, di antaranya SMA Negeri 51 Jakarta, dan SMA Negeri 44 Jakarta. Ditengah kesibukan beliau sebagai seorang Guru Agama di beberapa sekolah, Beliau masih menyempatkan diri untuk mengajar di berbagai majelis ta’lim, serta mengisi ceramah di berbagai masjid dan majelis ta'lim di wilayah Jabodetabek dan sekitarnya. Dedikasi beliau dalam menyebarkan ilmu agama dan nilai-nilai luhur Islam telah menginspirasi banyak orang. Beliau dikenal sebagai tokoh agama yang bijaksana, santun, dan memiliki pengetahuan agama yang mendalam.